Jumat, 03 Februari 2012

Demam Rematik



Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang, dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
Penyakit ini dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang.
Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan teknologi termasuk pengobatan dalam bidang kedokteran maka saat ini prevalensi demam rematik sudah mengalami penurunan yang signifikan khususnya di negara maju.
Dalam tulisan ini akan dibahas masalah diagnosis dan penatalaksanaan demam rematik.

DIAGNOSIS
Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal sebagai kriteria Jones.
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya.


Kriteria Jones untuk Diagnosis Demam Rematik
Kriteria Mayor

Kriteria Minor

·         Karditis
·         Poliartritis
·         Korea
·         Eritema marginatum
·         Nodulus subkutan

Klinik
·         Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya
·         Atralgia
·         Demam

Laboratorium
·         Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C reaktif, laju endap darah, leukositosis)
·         Interval P-R yang memanjang





Ditambah
Tanda-tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya: kenaikan titer antistreptolisin 0 (ASTO) atau antibodi antistreptokokus  lainnya, biakan usapan tenggorokan yang positif untuk streptokokus grupA atau baru menderita demam skarlatina.
 Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik.
 Tanpa didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi streptokokus. Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik.
Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa overdiagnosis maupun underdiagnosis.


MANIFESTASI  KLINIS

1)      Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang  seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta),  dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang  timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2)      Poliartritis
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini  hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3)      Korea
Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.

4)      Eritema marginatum
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang  berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,  berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas  secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul didaerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.

5)      Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari  kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

6)      Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan  kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

7)      Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor  ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

8)      Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

9)      Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.  Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.

10)  Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.

Bukti yang Mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adasnya infeksi streptokokus akut

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam rematik meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2) eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat antiradang. (4) pengobatan korea, (5) penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri. atau tromboemboli, serta (6) pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin.

Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.

Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.



Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75  mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam. Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.  
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.

Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun.

Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator. Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya. Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia, di samping batas keamanannya yang sempit

Pencegahan Sekunder
Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk mengidap serangan ulangan demam rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya. Oleh karena
itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat penting. Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara teratur pada penderita yang pernah mengidap demain rematik agar tidak terjadi infeksi streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang demam rematik

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik sebagai berikut: (1) penisilin G benzatin 1,2 juta unit setiap 4 minggu; (2) sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan berat badan di atas 27 kg;  (3) penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau (4) bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2 kali sehari Pencegahan sekunder dianjurkan untuk tetap diberikan paling tidak sampai usia 18 tahun. Pada penderita demam rematik yang mengalami kelainan katup jantung, pencegahan ini dianjurkan diberikan seumur hidup

Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.(dr. Safir)

Selasa, 20 Desember 2011

NYERI KEPALA


MENGENAL LEBIH DEKAT NYERI KEPALA

Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, meskipun sebenarnya – terutama dari jenis menahun – jarang sekali disebabkan oleh gangguan organik.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, dalam satu tahun lebih dari 70% penduduknya (pernah) mengalami nyeri kepala, lebih dari 5% mencari/ mengusahakan pengobatan, tetapi hanya ± 1% yang dating ke dokter/rumah sakit khusus untuk keluhan nyeri kepalanya. Di Indonesia, angka kunjungan rumah sakit, klinik, maupun praktek dokter untuk nyeri kepala juga cukup banyak.
DIAGNOSIS
Mengingat diagnosis nyeri kepala sebagian besar didasarkan atas keluhan, maka anamnesis memegang peranan penting. Dalam praktek sehari-hari, jenis yang paling sering dijumpai ialah nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache) dan migren (migraine); baru kemudian nyeri kepala yang dikaitkan dengan penyakit sistemik, atau gangguan di sekitar wajah, telinga, mata, gigi dan sinus paranasal. Nyeri kepala akibat radang, aneurisma, tumor atau abses otak jarang ditemukan, meskipun harus tetap merupakan perhatian karena penatalaksanaan yang berbeda.
ANAMNESIS
Mula timbul
Nyeri kepala yang dimulai sejak masa kanak-kanak, masa remaja atau dewasa muda biasanya migren; jenis ini umumnya berhenti pada saat menopause, meskipun pada beberapa kasus justru mulai dirasakan pada masa tersebut.
Nyeri kepala tipe tegang dapat mulai diderita setiap saat; Sedangkan nyeri kepala yang baru mulai dirasakan pada usia yang lebih lanjut harus diselidiki kemungkinan penyebab organiknya seperti arteritis temporalis, gangguan peredaran darah otak atau tumor. Hati-hati terhadap nyeri kepala yang progresif memberat karena mungkin didasari kelainan organik; makin lama nyeri kepala diderita tanpa berubah sifat, makin besar kemungkinannya disebabkan oleh faktor-faktor yang jinak (benign).
Lokasi
Nyeri kepala migren dapat dirasakan di manapun, paling sering di daerah temporal (pelipis), bisa unilateral, bilateral atau berganti-ganti. Nyeri kepala unilateral di sekitar orbita dapat disebabkan oleh nyeri kepala klaster.
Nyeri kepala akibat gangguan gigi-geligi, sinus atau mata biasanya dirasakan di daerah frontal, dapat menjalar ke oksipital dan leher, sedangkan nyeri bitemporal dapat disebabkan oleh tumor sella/parasella. Nyeri kepala akibat tumor, bergantung letaknya, bila supratentorial umumnya dirasakan di frontal atau vertex, sedangkan bila letaknya infratentorial/fossa posterior biasanya dirasakan di oksipital. Bila tumor itu melibatkan dura atau tulang, maka nyerinya dirasakan setempat.
Hematoma subdural dapat menyebabkan nyeri kepala yang sedang, dirasakan di sekitar lesi, umumnya di daerah frontoparietal; bersifat khronis, intermiten, dimulai sejak trauma terjadi.
Meskipun nyeri kepala tipe tegang terutama dirasakan di daerah oksipital, leher dan sekitar bahu, kadang-kadang juga bisa dirasakan di frontal, bisa unilateral maupun bilateral. Nyeri daerah leher dan/atau bahu harus dibedakan dengan yang disebabkan oleh gangguan diafragma atau iskemi miokard.
Frekuensi
Pola serangan nyeri dapat merupakan petunjuk diagnosis, terutama tipe klaster yang khas, berupa serangan-serangan singkat antara 30–90 menit, berulang 2–6 kali sehari selama beberapa hari, kemudian dapat remisi selama beberapa minggu sampai beberapa tahun.
Migren juga dapat bersifat sporadik, sedangkan nyeri kepala tipe tegang umumnya bersifat menetap, berangsur-angsur memberat atau berfluktuasi selama berhari-hari.
Sifat
Nyeri berdenyut dapat disebabkan oleh demam, migren, hipertensi atau tumor hemangioma. Nyeri kepala akibat tumor atau meningitis biasanya menetap dan nyeri, kadang-kadang juga terasa berdenyut. Nyeri kepala tipe tegang dirasakan menekan, persisten dan kadang-kadang dirasakan seperti diikat.
Nyeri paling hebat disebabkan oleh pecahnya aneurisma, meningitis, demam, migren atau yang berhubungan dengan hipentensi maligna; nyeri hebat dan mendadak (thunderclap), apalagi bila disusul dengan rasa lemah dan penurunan kesadaran harus dicurigai disebabkan oleh aneunisma intrakranial yang pecah; dilain pihak, perdarahan yang terlokalisasi di parenkim otak tidak akan menyebabkan nyeri kepala, kecuali bila bocor ke ruang ventrikel atau subanakhnoid.
Nyeri kepala akibat tumor atau abses biasanya bersifat sedang, demikian juga dengan nyeri yang disebabkan oleh proses di daerah sinus, gigi geligi atau mata.
Nyeri kepala migren jarang berlangsung lebih dari 14 jam, yang khas ialah adanya periode bebas keluhan di antara serangan; sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat berlangsung berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Nyeri yang terutama dirasakan di pagi hari, selain yang disebabkan oleh tumor, juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi, atau migren biasa. Mignen timbul di saat ketegangan emosional, cuaca panas, kesibukan yang meningkat; sedangkan nyeri kepala yang berhubungan dengan sinus muncul saat infeksi saluran napas, disaat pergantian musim atau berkaitan dengan alergi.
Gejala penyerta
Gejala prodromal berupa perubahan suasana hati atau nafsu makan dapat dirasakan 1 – 2 hari sebelum serangan migren; selain itu juga migren kadang-kadang didahului semacam aura berupa skotoma dan/atau parestesi. Poliuri merupakan gejala yang berkaitan dengan migren, sedangkan pada tipe tegang, yang meningkat adalah frekuensinya.
Pembengkakan mukosa hidung dan/atau injeksi konjungtiva, selain disebabkan oleh alergi juga dapat ditemukan pada serangan migren; tetapi bila unilateral, umumnya berkaitan dengan nyeri kepala klaster.
Keluhan gastrointestinal berupa anoreksia, mual, muntah biasanya dikaitkan dengan migren; meskipun demikian Sebenarnya dapat ditemukan pada setiap jenis nyeri kepala; makin berat nyeri kepala, makin sering gejala-gejala tersebut dirasakan.
Muntah tanpa didahului mual dapat merupakan gejala tumor intrakranial, terutama yang terletak di fossa posterior; pada migren dapat ditemukan gejala mual dan/atau munt saja tanpa nyeri kepala yang berarti; selain itu pernah dijumpai keluhankeluhan lain seperti diare, konstipasi dan rasa kembung.
Gejala-gejala psikis seperti insomnia, rasa Ielah, anoreksi, malaise dan gangguan libido merupakan gejala-gejala depresi yang umum menyertai penyakit-penyakit kronis; perlu diwaspadai adanya gangguan kebiasaan atau pola pikir yang dapat berkaitan dengan tumor intrakranial, seperti apati, keadaan gelisah atau euforia.
Pasien yang sedang menderita migren biasanya lebih suka tidak diganggu, sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat diringankan dengan massage.
Keluhan-keluhan neurologik yang mungkin ditemukan berupa rasa lemah, parestesi, afasi, diplopi, gangguan visus, vertigo; adanya gejala-gejala tersebut, selain dapat merupakan bagian dari serangan migren, juga dapat menandakan adanya lesi organik. Vertigo juga kadang-kadang dirasakan, dapat menyertai nyeri kepala pasca trauma atau tipe tegang.
Faktor pencetus
Migren dapat dicetuskan oleh banyak hal, seperti alkohol, obat-obatan, cahaya terang, rasa lelah, kurang tidur, stres, hipoglikemi; selain itu juga sering berkaitan dengan menstruasi dan dalam banyak kasus sembuh selama hamil.
Nyeri kepala yang dicetuskan oleh exercise atau orgasme dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisma. Penderita migren lebih suka duduk tegak, berbeda dengan nyeri kepala akibat tumor yang penderitanya lebih suka berbaring dan menghindari perubahan posisi, terutama bangkit dari tidur.
Mengejan atau batuk dapat mencetuskan semua jenis nyeri kepala, kecuali tipe tegang. Pasien nyeri kepala klaster tidak dapat tenang selama serangan, bahkan dapat kelihatan panik; tanda ini khas karena tidak ditemui pada nyeri kepala jenis lain. Guncangan kepala (head jolt) memperberat nyeri kepala, terutama akibat tumor; kadang-kadang dijumpai juga pada nyeri kepala di saat demam, pasca trauma atau meningitis; nyeri kepala tipe tegang tidak banyak dipengaruhi.
Gangguan tidur yang menyertai nyeri kepala biasanya disebabkan oleh anxietas atau depresi. Riwayat keluarga umumnya dijumpai di kalangan pasien migren.
KEADAAN DARURAT PASIEN NYERI KEPALA
Nyeri kepala dapat menandakan keadaan darurat pada beberapa kasus, yang tersering ialah yang berkaitan dengan penyakit sistemik; biasanya bersifat akut disertai gejala penyakit yang mendasarinya. Keluhan yang sebaiknya diperhatikan lebih lanjut ialah yang bersifat
* Nyeri kepala yang pertama atau terberat dirasakan selama ini, apalagi bila bersifat akut dan disertai gangguan neurologik.
* Nyeri kepala subakut yang memberat secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
* Nyeri kepala yang disertai demam, mual dan muntah yang tidak berkaitan dengan penyakit sistemik.
* Nyeri kepala disertai gangguan neurologik fokal, papiledema, gangguan/perubahan kesadaran dan/atau kaku kuduk.
PEMERIKSAAN FISIK
Meliputi pemeriksaan umum berupa pencatatan fungsi vital – tekanan darah, frekuensi nadi, pernapasan, suhu tubuh untuk menyingkirkan penyakit-penyakit sistemik; funduskopi penting untuk mendeteksi adanya papiledema dan/atau tanda-tanda hipertensi.
Palpasi daerah kepala dan leher dilakukan untuk mendeteksi kelainan lokal. Rasa nyeri di daerah kepala, sinus dan/atau gigi geligi bisa menyertai serangan migren dan beberapa saat sesudahnya; otot-otot juga bisa terasa nyeri, baik pada migren maupun pada nyeri kepala tipe tegang; kadang-kadang nyeri ditimbulkan saat menyisir rambut. Rasa nyeri ini perlu dibedakan dengan yang disebabkan oleh miositis.
Pada tumor atau hematoma subdural, kadang-kadang nyeri dapat dibangkitkan oleh perkusi/ketukan di daerah yang terkena. Nyeri fokal dapat dijumpai di daerah bekas luka kepala.
Penekanan daerah arteri seperti di daerah temporal, supraorbital atau oksipital dapat mengurangi nyeri kepala migren atau yang berkaitan dengan hipertensi. Nyeri kepala tipe tegang dapat dikurangi dengan massage dan/atau kompres hangat di daerah otot-otot kepala/leher, sebaliknya memberat bila otot/ daerah tersebut dimanipulasi terlalu keras.
Pemeriksaan neurologik, selain funduskopi, meliputi pemeriksaan tanda rangsang meningeal (Kernig, Brudzinsky, kaku kuduk), fungsi saraf otak (pupil, gerak bola mata, sensibilitas wajah), kekuatan motorik dan refleks, fungsi sensorik/sensibilitas dan fungsi mental terutama perubahan tingkah laku dan kebiasaan.
Ptosis dapat menyertai serangan migren (oftalmoplegik), tetapi harus diwaspadai kemungkinan disebabkan oleh tumor, aneurisma, terutama bila disertai midriasis dan refleks cahaya melambat.
Nyeri kepala tipe klaster kadang-kadang dapat menyebabkan sindrom Horner (miosis, ptosis, enoftalmus), sedangkan fotofobia dapat disertai injeksi sklera/konjungtiva pada meningitis, kelainan sinus/mata, tumor, migren atau nyeri kepala tipe tegang.
Papiledema merupakan tanda adanya massa intracranial (tumor, hematom), kadang-kadang ditemukan pada ensefalopati nipertensif.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Bila anamnesis/riwayat penyakitnya sesuai dengan salah satu jenis nyeri kepala, dan pemeriksaan fisik dan neurologic tidak menemukan kelainan, umumnya tidak diperlukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan radiologik (foto Röntgen kepala, CT scan), pemeriksaan elektrofisiologik (EEG, EMG, potensial cetusan) atau pemeriksaan laboratorium lain dilakukan hanya bila terdapat kecurigaan adanya penyakit/gangguan struktural otak atau penyakit sistemik yang mendasarinya.
Dalam kaitan ini, perlu selalu diingat bahwa seseorang yang telah diketahui menderita (salah satu jenis) nyeri kepala selama bertahun-tahun, suatu saat dapat terkena gangguan lain yang salah satu gejalanya juga berupa nyeri kepala; oleh karena itu harus diwaspadai, terutama pada orang-orang yang mengalami perubahan sifat nyeri kepalanya dan atau yang disertai gangguan neurologik.
RINGKASAN
Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari; sekalipun demikian, jarang yang disebabkan oleh kelainan struktural otak. Diagnosis umumnya ditegakkan terutama berdasarkan anainnesis; pemeriksaan fisik dan neurologik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang (mungkin) mendasari keluhan tersebut.
Keluhan nyeri kepala yang perlu diwaspadai ialah yang berubah sifatnya dan keluhan sebelumnya, yang progresif, disertai dengan gejala (neurologik) lain dan yang disertai gejala-gejala sistemik.