Jumat, 03 Februari 2012

Demam Rematik



Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang, dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
Penyakit ini dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang.
Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan teknologi termasuk pengobatan dalam bidang kedokteran maka saat ini prevalensi demam rematik sudah mengalami penurunan yang signifikan khususnya di negara maju.
Dalam tulisan ini akan dibahas masalah diagnosis dan penatalaksanaan demam rematik.

DIAGNOSIS
Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal sebagai kriteria Jones.
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya.


Kriteria Jones untuk Diagnosis Demam Rematik
Kriteria Mayor

Kriteria Minor

·         Karditis
·         Poliartritis
·         Korea
·         Eritema marginatum
·         Nodulus subkutan

Klinik
·         Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya
·         Atralgia
·         Demam

Laboratorium
·         Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C reaktif, laju endap darah, leukositosis)
·         Interval P-R yang memanjang





Ditambah
Tanda-tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya: kenaikan titer antistreptolisin 0 (ASTO) atau antibodi antistreptokokus  lainnya, biakan usapan tenggorokan yang positif untuk streptokokus grupA atau baru menderita demam skarlatina.
 Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik.
 Tanpa didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi streptokokus. Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik.
Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa overdiagnosis maupun underdiagnosis.


MANIFESTASI  KLINIS

1)      Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang  seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta),  dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang  timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2)      Poliartritis
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini  hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3)      Korea
Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.

4)      Eritema marginatum
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang  berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,  berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas  secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul didaerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.

5)      Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari  kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

6)      Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan  kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

7)      Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor  ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

8)      Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

9)      Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.  Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.

10)  Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.

Bukti yang Mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adasnya infeksi streptokokus akut

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam rematik meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2) eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat antiradang. (4) pengobatan korea, (5) penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri. atau tromboemboli, serta (6) pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin.

Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.

Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.



Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75  mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam. Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.  
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.

Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun.

Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator. Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya. Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia, di samping batas keamanannya yang sempit

Pencegahan Sekunder
Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk mengidap serangan ulangan demam rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya. Oleh karena
itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat penting. Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara teratur pada penderita yang pernah mengidap demain rematik agar tidak terjadi infeksi streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang demam rematik

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik sebagai berikut: (1) penisilin G benzatin 1,2 juta unit setiap 4 minggu; (2) sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan berat badan di atas 27 kg;  (3) penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau (4) bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2 kali sehari Pencegahan sekunder dianjurkan untuk tetap diberikan paling tidak sampai usia 18 tahun. Pada penderita demam rematik yang mengalami kelainan katup jantung, pencegahan ini dianjurkan diberikan seumur hidup

Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.(dr. Safir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar